NENEK YATI PEMULUNG TEBET YANG KURBAN 2 EKOR KAMBING DI PERUMAHAN ELIT -
Nenek Yati yang telah berumur 65 tahun merupakan pemulung di kawasan Tebet daerah Jakarta Selatan, pada hari raya idul adha ketika mendapat kabar dari pengurus masjid Al- Ittihad yang berada di perumahan elit bahwa dua ekor kambing yang ia kurbankan telah disembelih. Kedua ekor kambing itu dia beli dari hasil tabungannya selama tiga tahun dalam bentuk emas dan dijual untuk membeli hewan kambing untuk di kurbankan.
Nenek Yati sendiri tidak lihat pada saat hewan kambing kurbannya dipotong. Cuman dikasih tahu saja dari masjid kalau kambingnya sudah dipotong. Bagi nenek
Yati yang penting baginya adalah niat ikhlas dan tulus untuk menyumbangkan 2 ekor kambing hewan kurban sejak beberapa tahun lalu bisa terlaksana atau terwujudkan. Dan hal lain yang terpenting dagingnya sudah bisa dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan yang berada di lingkungan sekitarnya.
Nenek Yati mengaku telah tinggal di Ibu kota Indonesia ini yaitu Jakarta sejak tahun 1960-an akhir. Sebelum menjadi pemulung sampah,
wanita 65 tahun itu terlebih dahulu jatuh bangun menghadapi kejamnya Ibukota. Pada waktu itu berangkat dari kampung halamannya di Pasuruan, Jawa Timur, ke Jakarta, Yati berkeinginan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Akan tetapi kenyataannya Jakarta tidak seperti yang ia bayangkan. Yati sempat menjadi tuna wisma layaknya gembel yang tidur di emperan toko pinggir jalan.
Sempat juga menjadi
pemungut puntung rokok. Dari pekerjaannya tersebut, Yati akhirnya mendapatkan uang untuk makan sehari-hari. Selang beberapa tahun kemudia
nenek yati Yati beralih profesi mencoba peruntungan menjadi seorang pemulung. Dari hasil memulung, Mak Yati akhirnya bisa mendirikan tempat tinggal berupa gubuk reot berukuran 3x3 meter di kawasan Tebet Barat, Jakarta Selatan, yang ia tempati sekarang.
Bersama dengan suaminya Maman yang berusia lebih muda yaitu berumur 35 tahun, Yati memulung sampah. Satu persatu barang-barang yang bisa dijual dia pisahkan.
Sebagai pemulung, penghasilannya tidak tetap. Kalau dirata-rata perhari ia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 25 ribu dalam sehari dan uang sejumlah itu dirasa sudah cukup untuk makan sehari-hari saja.
Walaupun demikian nenek Yati tetap mencari tambahan. Ia tak malu memungut sisa makanan hajatan di masjid yang tidak jauh dari gubuknya. Untuk bisa dapat makan, Yati terkadang membantu mencuci piring. Tidak jarang bila ada sisa makanan Yati membawa ke rumahnya untuk diolah kembali.
Yati kerap mendapatkan sumbangan beras dari masjid. Semuanya dia syukuri. dan beliau bertekad membalas apa yang saya terima dengan menyumbangkan kambing untuk dikurbankan. Selama tiga tahun, Yati mengumpulkan uangnya sedikit demi sedikit. Terkadang uang yang sudah terkumpul dipakai untuk membayar utang terus sisanya di tabung. Sampai akhirnya uang terkumpul banyak niat berkurban pada Idul Adha kemarin akhirnya tercapai juga.
Tidak tanggung-tanggung,
Yati membeli dua ekor kambing yang masing-masing seharga Rp2 juta dan Rp1 juta. Para tetangganya kaget dan tidak menyangka. Tetangga dekat rumahnya pada bingung, buat apa gembel pemulung beli kambing sampai dua, untuk makan saja masih susah. akan tetapi nenek Yati tidak mempedulikan omongan miring tersebut. Biarlah orang bilang gembel atau pemulung untuk apa ber kurban yang seharusnya menerima daging kurban, tapi nenek yati memang sudah niat dan bertekad. Setelah membeli dua kambing, Yati meminta kepada penjual untuk mengantarkannya ke
Masjid Al- Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan dengan menggunakan bajaj.
Ketika Kambing diserahkan, jamaah dan pengurus masjid sempat kaget penyumbangnya adalah seorang pemulung. Namun respons Yati ketika itu biasa saja. Ya wajar lah mereka kaget, ada gembel, pemulung yang sumbang kambing untuk dikurban dan hal ini merupakan hal yang tidak lumrah akan tetapi nenek Yati tetap yakin, meski sebagai pemulung di mata Tuhan yang terpenting adalah akhlaknya. Kalau pun saya pemulung, Gusti Allah yang menilai apa yang saya lakukan ungkap nenek yati
Kumpulan Kata Kata Terkait Terbaru Lainnya