KUMPULAN CERPEN CINTA SEJATI PALING ROMANTIS TERBARU 2017-2018 untuk kali ini kami akan memberikan sedikit
KUMPULAN CERPEN CINTA PERTAMA PALING ROMANTIS UPDATE TERBARU 2017/2018
Artikel terbaru dari kami ini masih berhubungan dengan kata-kata berikut ini
::
cerpen cinta pertama
cerpen cinta segitiga
cerpen cinta sedih
cerpen cinta dan persahabatan
cerpen cinta sejati
cerpen lucu
kumpulan cerpen cinta
puisi cinta
Berikut adalah beberapa Kumpulan Cerpen Cinta Sejati pertama Update 2017-2018
GADIS ITU BERNAMA SYAFIRA
Sayup angin malam yang simpang siur mampir lewat celah jendela berkusen jati coklat sambil menggores sedikit candanya di sela-sela kaca yang masih terlihat bening. Saya tidak tahu, apakah saya akan terlelap dalam mimpi atau tetap melamun di atas kursi goyang tua sambil menatap pohon di luar jendela yang menitikkan daunnya perlahan. Mungkin saya lebih memilih untuk tetap begitu. Ya, menanti fajar datang adalah suatu harapan bagi saya, pekerjaan saya yang sama amat pentingnya selain mengamati suatu objek dalam celah kecil yang bersenjatakan bidikan dan buram tidaknya sesuatu dari apa yang saya lihat. Saya seorang fotografer, atau saya lebih suka menyebutnya pekerjaan ‘pencuri kenangan’. Saya pernah melihat apa saja di balik celah kecil berlapis lensa itu. Sekumpulan orang-orang yang terlibat dalam hiruk pikuk dunia, lapisan biru dan putih yang menjulang lebar ke angkasa, atau mungkin hanya sebatas air mata langit yang mulai pekat dan basah.
“apa yang kamu bidik, tuan?” sapa seorang gadis berseragam putih abu-abu mengagetkan saya. Saya berfikir malas untuk menjawabnya. Tidak lihatkah dia saya sedang memotret? Gerutu saya dalam hati.
“apa yang kamu bidik, tuan?” tanya gadis itu sekali lagi. Kali ini lebih keras. Hati saya makin kesal dibuatnya. Dia menanyakan pertanyaan yang sudah pasti hingga dua kali. Mungkin saya harus menjawabnya, agar dia cepat pergi dan tidak mengganggu lagi.
“memotret” saya sengaja menjawab singkat dengan acuh, agar dia berfikir, bukan, dia harus berfikir kehadirannya mengganggu saya dan saya ingin dia pergi.
Dia tertawa, tersenyum dan kembali tertawa. Saya mulai berpikir dia gila. Ada seorang siswi dari sebuah sekolah yang mengalami gangguan jiwa dan sekarang mengganggu saya. Saya berfikir untuk lari dan meninggalkan gadis itu, bisa gawat bila ada yang melihat saya berbicara dengan orang gila. Tiba-tiba gadis itu membalikkan badan, dan langsung berlari kecil pergi meninggalkan saya. Sesaat sebelum ia pergi, saya sempat mendengarkan walau lirih di antara senyumnya, dia menyebut sesuatu di bibir mungilnya. “safira”.
Saya masih memutar-mutar fokus lensa di kamera jadul saya di sebuah taman kecil yang terdapat gubuk di pinggirannya, di sebelah gubuk itu terdapat sebuah pohon yang sangat lebat daunnya. Kali ini langit sangat mendung dan saya tidak tahu harus berbuat apa karena payung saya tinggalkan di rumah. Sementara saya berkosentrasi dengan gambar yang saya intip di balik celah kaca kecil pada kamera itu, gadis berseragam putih abu-abu kemarin tiba-tiba berlari menuju saya. Disusul titik air langit yang berubah menjadi hujaman panah air dan sambaran kilat yang menyala-nyala seketika itu juga. Saya sempat memotret gadis itu sebelum dia benar-benar datang dan sebelum air menetes di kamera kesayangan saya ini.
Gadis itu berlari sangat cepat, dia sudah ada di samping saya sekarang. Saya masih sibuk memasukkan benda berlensa itu ke dalam tas hitam kecil bertuliskan ‘canon’ di sisi luarnya. Gadis itu kini terlihat lebih diam, tidak seaneh waktu saat pertama bertemu dengannya, di tempat yang sama. Saya tidak sempat memperhatikan wajahnya kemarin, saya baru sadar dia memliki rambut di bawah bahu dengan warna coklat gelap. Dia juga memiliki bola mata yang bulat berwarna hitam pekat. Saya terus memperhatikannya tanpa sadar. Padahal dia adalah seorang gadis aneh yang suka sekali tertawa kemarin, tapi kali ini hujan membuatnya beda, sangat berbeda.
“kau juga suka memotret hujan, tuan?”
“ya, tentu. Siapa yang tidak suka hujan”
“lalu kenapa kau tidak keluarkan kameramu sekarang?” lagi-lagi dia bertanya sesuatu yang sudah sangat pasti untuk dijawab. Jelas saja, bila saya keluarkan kamera itu sekarang, air bisa masuk ke sela-sela kamera dan bisa membuatnya rusak, entah apa yang dipikirkannya.
“aku menunggu hujan reda”
“kau bilang kau suka hujan”
Bodoh, saya terjebak dengan pertanyaannya, gadis aneh itu memegang kendali sekarang. Ingin saya menjawabnya, tapi percuma saja, malah nanti saya yang terlihat bodoh menanggapinya.
Hujan sudah mulai usai, dia merapikan rambutnya dan sudah bersiap untuk pergi. Kali ini dia tersenyum, sambil meletakkan tangannya di udara untuk sedikit bermain dengan tetesan yang jatuh dari atas gubuk.
“hujan sudah reda, kau tidak memotret, tuan?”
“berhenti memanggilku tuan, aku bukan tuanmu”
“mungkin, aku hanya tidak tau cara memanggilmu”
“leo”
“kau sudah dengar namaku kemarin, leo” ucapnya sambil keluar dari bawah gubuk. Dia langsung melangkahkan rok abu-abu itu ke balik tikungan di ujung taman. Dia sudah pergi sekarang, menyisakan nama untuk dibawa pulang bersamanya. Saya keluarkan kamera itu lagi, mencari-cari gadis yang saya tangkap di dalamnya, dan menemukan satu gambar yang persis di antaranya.
Sejak kejadian itu, gadis itu sering datang ke taman kecil tempat dimana saya sering mencari objek untuk dicuri setiap kenangannya lewat alat khusus yang orang-orang sebut ‘kamera’. Entahlah, mungkin sebelum bertemu saya, gadis itu juga sudah sering berkunjung ke taman ini, lagipula ini taman umum, semua orang bisa menginjakkan kakinya kapanpun mereka mau, walaupun setiap hari yang saya temukan adalah kesunyian di taman ini. Kadang dia datang saat senja mulai turun, saya juga sering sengaja menghabiskan waktu untuk menunggunya datang dan memperlihatkan hasil-hasil tangkapan gambar saya. Dia sering tersenyum, bahkan tertawa. Dia juga sangat senang berkhayal, berkhayal apa saja. Dia banyak bercerita tentang makhluk bernama “warewolf” dan bermimpi akan ada “warewolf” miliknya sendiri untuk menjaganya. Dia juga suka bercerita tentang bintang dan langit malam. Sempat kami bertemu di malam hari, atau mungkin, tengah malam. Saat itu kami melihat angkasa yang ditaburi bintang-bintang sunyi tanpa berkata apa-apa. Bintang itu tidak banyak berkomentar mengapa langit malam yang ditemaninya selalu kelihatan gelap dan murung. Saya menikmati setiap waktu bersamanya, kadang bercanda ketika dia menceritakan semua khayalannya. Begitu juga dia, tidak ragu untuk tertawa atau kadang tersenyum kecil saat saya menggodanya dengan kenangan-kenangan yang sudah ‘dicuri’ lewat benda jadul saya.
“apakah malam akan selalu gelap dan selalu begitu?” ungkap gadis itu pelan.
“hm, entahlah. Bukankah cahaya-cahaya bintang dan bulan terlihat begitu terang disana?”
“siapa yang berani menjamin bintang dan bulan itu tidak akan pergi?”
“aku bertaruh mereka tidak akan pergi”
Malam itu terasa sangat dingin, rasanya angin merasuki darah dan menusuk tulang. Saat itu saya hanya melihat mata gadis itu berpantul cahaya bulan, disusul senyum tipisnya yang manis. Entah dari kapan saya memperhatikannya, tapi sekarang saya tahu, saya memperhatikannya. Di balik malam yang sunyi itu, hanya saya dan gadis itu. Menghabiskan waktu dengan bercanda sambil sesekali terdiam mendengar alam yang berbisik. Atau bahkan berkhayal akan sesuatu yang terjadi, entah dimanapun itu, membuat malam itu terasa semakin lengkap bersama paduan jangkrik yang berkumandang di balik kumpulan semak.
Malam berikutnya, gadis itu tidak datang. Seperti malam berikutnya, berikutnya, sampai selanjutya. Dia tidak datang lagi, walau saya menunggu di taman itu seharian. Saya tidak tahu harus mencari kemana, saya hanya mengenal dia dengan sebuah nama, safira. Saya tidak tahu kehidupannya, bahkan selepas sekian pembicaraan kami, dia, ataupun saya tidak pernah menyinggung tentang kehidupan pribadi masing-masing. Saya selalu menunggu dia. Barangkali bila saya sabar sedikit lagi, dia pasti akan kembali dan menceritakan semua khayalannya lagi dengan senyum yang terhias di wajahnya. Tapi dia tidak datang. Tidak peduli saya menunggu berapa lama, dia tidak pernah datang lagi.
Satu gelas teh hangat sudah habis tadi malam, saya masih sedikit terngantuk-ngantuk setelah melewati mimpi fajar di atas kursi goyang tua. Rasanya pinggang saya sakit, mungkin karena saya lebih sering duduk daripada bergerak. Di usia saya sekarang, mungkin itu wajar, tapi sungguh, ini sangat merepotkan dan melelahkan. Saya perhatikan pohon di luar jendela, daunnya masih tetap rimbun. Walau sudah banyak yang gugur. Saya melihatnya buram, penglihatan saya sudah agak kabur. Kacamata bergagang emas saya kenakan, membuat semua di balik kaca persegi empat itu terlihat jelas. Ya, daun di pohon itu masih tetap rimbun, walau sudah banyak yang jatuh.
Sampai sekarang saya masih ingat, ini adalah pohon di samping gubuk kecil waktu itu. Masih tetap rimbun walau ukurannya sudah lebih besar. Saya menatap pohon itu dengan haru. Teringat saya dengan gadis itu. Gadis yang selalu berkhayal dan bercerita tentang semua yang dipikirkannya tanpa ragu. Gadis yang matanya bersinar saat melihat banyak bintang di langit malam. Saya menitikkan air mata untuk mengenangnya, bersama rumah yang saya bangun tepat setelah taman itu terbengkalai dan dibangun ulang. Saya bersikeras untuk tidak menebang pohon yang daunnya selalu rimbun itu. Para warga mengabulkannya. Akhirnya tinggalah saya disitu, rumah di samping pohon kecil berdaun rimbun.
Mata saya masih terbungkus kacamata yang menempel di sela-sela daun telinga saya. Pandangan saya tetap lurus ke depan mengikuti gerak daun-daun yang berjatuhan. Tiba-tiba seorang wanita datang di luar pagar halaman saya. Dia memperhatikan pohon itu sejenak. Dia memperhatikan pohon itu lama sekali, sampai sesekali tersenyum sendiri. Saya merasa pernah melihatnya, mata dan senyumnya yang khas itu, walaupun sudah dikerumuni garis-garis wajah akibat faktor usia. Dia melihat saya dari luar rumah, lewat jendela bening yang selalu saya bersihkan agar bisa melihat keluar dengan jelas. Matanya masih memandang saya. Begitu pula saya, saya telusuri setiap wajah dalam khayalan yang sering sekali mampir saat saya tidur. Saya tersenyum, mengambil kamera dalam tas kecil di samping kursi goyang tua itu. Saya hidupkan mesin yang sudah tua itu, saya bidik dan saya atur fokusnya untuk lebih memperjelas wajah itu, wajah di balik jendela dan pohon berdaun rimbun.
Jari sudah saya tekan, bayangan dari apa yang saya lihat sudah tersimpan di mesin ‘pencuri kenangan’ itu. Saya melihatnya sekali lagi. Kali ini dia tersenyum lewat matanya yang berkaca-kaca. Saya tidak tahu apa yang dia maksudkan. Lama-kelamaan tangan saya semakin berat, sakit di kepala saya kembali lagi. Tangan saya sudah tak kuasa menahan beban kamera, sehingga terjatuh ke atas ubin coklat disusul oleh gelas dan obat-obatan saya yang sekarang berserakan. Saya tidak bisa bangun dari kursi tua itu, badan saya terasa kaku dan tidak mau bergerak. Saya mencoba menutup mata, melihat semua kemungkinan yang sudah terjadi selama ini. Kali ini saya benar-benar menutup mata tanpa takut bangun. Melihat isi mimpi-mimpi bersama gadis khayalan itu, di atas kursi goyang tua sambil tersenyum.
“safira, apa kabarmu? Aku sudah lama lho menunggumu”
BERMULA DARI KENALAN
Aku turun dari mobil, suasananya tampak lain dari biasanya. Ya, saat ini aku berada di majenang tepatnya kota kecil di cilacap barat, suasana di kota ini tampak lain dari kota jakarta. Tak ada kemacetan tak ada pula polusi berlebih. Lalu aku masuk sekolahan baruku yaitu smk komputama majenang, pada saat itu aku pura-pura lugu seperti anak-anak desa pada umumnya, lalu aku mencari ruang guru, lalu aku menemui wali kelas xi tkj1 yaitu bu yulia lestari. Tak beberapa lama bel tanda masuk berbunyi, dan aku diantarkan ke ruang kelas baruku, ternyata banyak anak yang tersenyum melihatku, lalu aku balas dengan senyumku, aku masuk ruang kelas dan aku melakukan perkenalan di depan kelas
“haii, kenalin, aku khaiz… Dari smkn 80 jakarta,”
Lalu aku disuruh duduk di samping anak cewek cantik dan kayaknya baik hati,
“hai, kenalin nama aku syila melanika, cukup panggil aku syila ajah” kata dia sambil menjulurkan tangannya mengajak kenalan
“hai juga, aku khaiz,” kataku dengan senyuman dan bersalaman
Bel tanda istirahat pun berbunyi
“hai syila, ke kantin yuk?” kataku
“maaf ya khaiz, aku lagi puasa. Mending main wifi disini sambil nyari informasi di internet” kata syila
“wahhh, aku gak bawa laptop tuh” kataku
“ough, ya gak papa, kalo kamu mau ke kantin silahkan, tapi kalo kamu mau bareng aku duduk nih di samping aku”
“ok syil…” kataku
Ternyata syila tidak cantik saja tapi juga baik dan banyak yang suka padanya…
“ngomong-ngomong alamat kamu dimana?” kataku
Rumah aku di padangjaya, aku sebenernya asli orang purwokerto” kata syila
“nanti pulangnya bareng yuk? Kebetulan aku bawa mobil sendiri” kataku
“makasih yoo, tapi maaf aku gak bisa” kata syila
“why?” kataku
“kata orangtuaku aku gak boleh jalan ama cowok sembarangan, apalagi baru kenal, karena di lingkunganku termasuk zona merah buat berduaan” kata syila
“hah? Emanya kita pacaran, ampe berduaan segala, hehehe” kataku
“bukan itu maksud aku, kamu tau kan maksudku??” tanya syila
“ya dah, terserah kamu mau pulang bareng aku, pulang bareng siapa hak kamu” jawabku
Bel tanda masuk pun berbunyi, saatnya pelajaran yang aku hindari yaitu matematika yang diajar oleh pak tatang purwana
“ayo kumpulkan tugas kalian!!!” ucap pak tatang dengan keras
“belum pak!!!” sebagian kelas ngomong dengan kompak
“kenapa sih kalian? Pasti anak-anak itu saja yang belum, ngomong-ngomong ada anak baru nih?”
“hehehe, iya pak” jawabku dengan agak malu
“ayo perkenalkan dirimu” pinta pak tatang
Lalu aku perkenalkan kembali, namun parahnya aku disuruh mengerjakan soal di depan
“khaiz, coba kamu kerjakan soal ini persamaan 4y + 6x = 60y dan 6y + 9x = 70x” tanya pak guru
“matilah gua” ucapku dalam hati
Sekitar 10 menit aku di depan kelas, aku gak bisa ngerjain
“maaf pak, saya tidak bisa” kataku dengan agak ragu
“syila, coba bantu khaiz” kata pak tatang
“baik pak.” kata syila
Syila ternyata dengan mudahnya mengerjakan soal itu tidak ada 5 menit..!!!
“bagus, silahkan duduk” kata pak tatang
Sepulang sekolah aku belanja dulu di laksana baru swalayan yang tak jauh dari sekolahan aku, setelah belanja aku pulang, namun ternyata syila masih di depan sekolahan dengan tingkah bingung
“sylia? Kok kamu masih disini?” tanyaku
“bru rapat osis, gak da bus, mungkin jam segini dah gak da lagi” jawab syila
“trus kalo gak ada bus kamu minta dijemput?” tanyaku lagi
“tidak, aku biasanya jalan kaki” jawabnya
“busettt, klo gak keberatan ikut aku aja yuk? Kebetulan kita searah”
Dengan terpaksa syila pun mengikuti kemauanku. Lalu sampai di rumah syila aku mencoba jelasin ke orangtuanya agar tidak salah paham
“maaf bu, saya tadi lihat syila kebingungan tidak ada bus, lalu saya ajak syila untuk pulang bareng” kataku
“ough, makasih ya de, ayo masuk de” kata ibunya syila
“maaf bu, dah sore, kapan-kapan aja kalo sempet” kataku sambil salaman sama ibunya syila
“oh ya, hati-hati di jalan ya de, makasih udah nganterin” kata ibunya syila
“sama-sama bu” ucapku
Aku lalu pulang, sampai di rumah aku mandi dilanjutkan buka laptop untuk buka fb dan ternyata ada beberapa permintaan pertemanan dan pesan
Lalu aku konfirm dan buka pesannya, aku terkejut karena isi pesannya mengancamku
“eh lo, anak baru, jangan coba-coba deketin syila ya, syila itu milik gua” kebetulan dia masih online. Kemudian aku bales
“hak-hak aku donk, perasaan syila belum punya pacar” tak beberapa lama, dia pun bales
“syila emang gak punya pacar. Tapi kelak dia akan menjadi milik gua. Hahaha”
Aku tak sadar tertidur, jam 2 malam aku terbangun dan ada sms masuk
087736636xxx
“makasih khaiz atas tumpangannya, kamu termasuk beruntung karena gak dapet marah dan boleh main ke rumahku. Biasanya anak cowok yang main ke rumah aku malah dapet marah. Hehehe” (syila)
Lalu aku bales
“gpp kok, hehehe. Syukur atuh” kataku dalam sms tersebut
Ternyata dia bales
“iya, kamu tugas b. Indonesia dah belum? Itu kan dikerjakan berkelompok dan satu kelompoknya 2 orang, gimana kalo kita kerjain bareng?” katanya
“boleh, kok jam segini belum tidur?” kataku
“baru shalat tahajjud nih, kamu sendiri?”
“aku tadi ketiduran, aku malah bangun sekarang: udah ya aku mau tidur lagi, bye…” kataku
“ok, see you next time” kata dia
Skip
Pulang sekolah aku ke rumah dia dan ngerjain pr bersama. Diam-diam aku suka sama dia. Satu-satunya temen di sekolahan cuma syila saja…
Sesampainya di rumah aku disambut hangat oleh orangtuanya
“ayo, masuk udah ibu persiapin” kata ibunya syila
“oh, gak usah repot-repot bu,” kataku
“gak papa kok, ayo dicicipi de” kata ibunya syila
“makasih buuu” jawabku
Setelah itu kami pun mengerjakan soal bahasa Indonesia. Wow dia sangat cerdas dan pintar, gak salah banyak cowok yang ngejar-ngejar dia
Setelah selesai aku pun pamitan dengan orangtuanya. Paginya pas pelajaran kimia ternyata syila belum masuk. Aku pun mulai khawatir apalagi ini pelajaran kimia gurunya super-duper killer. Tak berapa lama pun syila datang dengan wajah ngos-ngosan
“maaf bu, saya terlambat” kata syila
“kamu gak tau klo di pelajaran saya tidak ada kata terlambat” kata guru itu
“saya tau bu, tapi tadi gak ada bus bu” jawab syila
“sekarang kamu berdiri di depan tiang bendera sampai istirahat pertama!, kalo sampai tangan kamu lepas dari dahi kamu. Akan ditambah sampai istirahat kedua, paham!?”
“baik bu” jawab syila dengan lesu
Aku gak tega lihat syila dihukum sendirian, karena aku sayang sama dia, aku pun nyari akal buat nemenin syila agar dihukum bareng
“ayo kumpulkan tugas kalian!” kata guru
“maaf bu, tugas saya belum dikerjakan” kataku
“ouhhh, berarti kamu mau nemenin temen kamu di luar!” kata guru
“i..Ii…Ya bu” kataku pura-pura gagap
Kemudian aku nyusul syila
“loh..? Kok kamu dihukum juga?” tanya syila
“iya syil, aku pura-pura gak ngerjain pr, lagian aku gak tega liat kamu sendirian dihukum disini” kataku
“idihhh, perhatian banget, hehehe” kata syila
“biarin, emangnya gak boleh ya perhatian ke kamu?” tanyaku
“dibalik kata perhatian katanya sih ada perasaan, hahaha” jawab syila
“ada,” kataku
“apa?” kata syila penasaram
“aku sayang sama kamu, kamu mau gak jadi pacar aku?” tanyaku
Syila agak bingung, lalu dia jawab
“aku juga sayang ama kamu iz? Jujur, cuma kamu yang bisa membuat aku terasa nyaman” kata syila
“jadi gimana nih? Terima atau tidak?” tanyaku
“gimana ya? Sebenernya ortu aku merestui hubungan kita, karena kamu tuh anaknya sopan. Jadi…” kata syila
“jadi apa? Terima atau tidak?” tanyaku
“maaf, aku gak bisa…” jawabnya lesu…
“ough, ya dah” kataku lesu juga
“gak bisa nolak maksud aku”
Aku langsung semangat lagi, tak sadar tangan aku memegang tangan syila,
“khaiz!!!, syila!!! Karena tangan kalian dah lepas hukuman akan aku tambah sampai pulang sekolah!!!” kata guruku
Bukannya sedih malan gembira.. Yeeee
PACAR PERTAMAKU TERNYATA BUKAN CINTA PERTAMAKU
Mengingat kembali cerita 3 tahun yang lalu. Dimana Rana merasakan apa itu cinta monyet, Rana mulai menyukai teman sekelasnya yang bernama Cholil, dan karena masih polosnya dia tak berani mengatakan kepada siapapun. Rana cukup melihatnya setiap hari dan rasa itu semakin hari semakin tumbuh. Tak terasa 3 tahun dia memendam semua rasa itu. Hingga teman-temanya membicarakan kekasihnya dia hanya diam dan tak berani mengungkapkan. Hingga salah satu temannya bertanya “Ran, selama ini kamu tidak pernah berbicara tentang siapa cowok yang kamu taksir, emang gak ada teman di sekolah ini yang sesuai dengan kriteriamu?” tanya Diana. “hmm.. ndak” jawabnya singkat. Tentunya kata CINTA masih begitu asing bagi Rana apalagi pacaran.
“kalo begitu kita comblangin aja si Rana itu” cetus Tria
“emang ini jaman Siti Nurbaya?” jawabnya sinis
“di antara kita berempat cuma kamu yang setia ngejomblo, dan tertutup kalo soal asmara” saut Tria.
“hmmm.. pacar aja gak punya trus mau bicara tentang apa” jawabnya sinis.
“makannya kita berniat nyomblangin elo sama cowok yang kita kenal” paksa Tria.
Sesampainya di rumah Rana sempat berfikir “untuk apa menunggu orang yang tentunya tak mengharapkan kita, namun sungguh sulit jika harus melupakan Cinta pertama, mungkin cinta pertamaku gak akan kesampaian, dan harus mulai merelakannya”.
Semakin hari hubungan Rana dan Cholil tidak semakin baik, malah Cholil makin cuek dan acuh pada Rana. Nyesek banget kalau lihat dia deket sama cewek lain, lagi-lagi Rana hanya bisa diam dan memendam semua rasa itu sendiri.
Tak terasa 3 tahun berlalu dan Rana pun masih saja tetap menjomblo hingga akhirnya dia mengenal cowok bernama Rafi lewat temannya dulu yang menurutnya Rafi adalah seseorang yang baik, semakin hari Rana dan Rafi semakin akrab, Rana mungkin sudah mulai mengiklaskan Cholil (cinta pertamanya) itu pergi. Terkadang masih saja terbesit masa lalunya di fikirannya dan itu membuat hatinya luka dan tentunya galau.
Benih-benih cinta mulai tumbuh antara Rana dan Rafi, hal itu sedikit membuat Rana melupakan Cinta pertamanya yang begitu pedih itu.
Setahun berlalu Rana mengenal sosok seorang Rafi “kenapa Rafi gak nembak aku ya?” harap Rana.
Seminggu kemudian tanpa diduga Rafi menyatakan cintanya. Tanpa fikir panjangpun Rana langsung menerimanya dan tentunya sekarang tak menjomblo lagi.
“cinta pertama memang tak selalu berakhir indah, karena CINTA PERTAMAKU BUKAN PACAR PERTAMAKU”
Demikian saja beberapa
KUMPULAN CERPEN CINTA PERTAMA PALING ROMANTIS TERBARU 2017/2018 UPDATE yang dapat kami berikan untu para pembaca sekalian
Kumpulan Kata Kata Terkait Terbaru Lainnya