Perbedaan pendapat merupakan hal yang umum terjadi dan dijamin kebebasannya dalam UU negara. Namun ternyata di negara demokratis ini, perbedaan pendapat dan pandangan justru sulit diterima di sejumlah partai politik. Sejumlah anggota yang memilih untuk melawan arus, harus menghadapi resiko menerima sanksi.
Reformasi dalam partai politik pun seakan tak berbunyi. Sebagai pilar demokrasi, partai politik malah jadi sumber masalah. Kaderisasi tak berjalan, hanya mencari kawan yang sepaham, sementara idealism tak lagi diusung ke depan. Namun sikap para politikus pun harus ditelaah. Apakah keberpihakan mereka memang sungguh mengikuti hati nurani, mendengar suara rakyat dan idealisme atau hanya membungkus sikap pragmatis.
Mata Najwa mengundang politikus senior Lily Wahid yang pernah membuat gebrakan di PKB. Lily melawan kebijakan partai saat duduk di kursi DPR, menggugat kasus Century dan mengusung hak angket mafia pajak. Serta Yusuf Supendi yang terus mengkritisi ketidak-adilan elit partai yang didirikannya, PKS.
Dari jalur politik terkini, hadir pula sebagai narasumber politikus partai Demokrat, Ruhut Sitompul, politikus partai Gerindra, Harris Indra dan politikus partai Golkar, Nusron Wahid. Ketiganya menghadapi situasi yang berbeda-beda, meski sama-sama melawan arus kebijakan partainya dengan mendukung Jokowi. Pengamat politik, Yunarto Wijaya juga hadir untuk memberikan gambaran mengenai kondisi partai politik Indonesia saat ini.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 560 orang calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih periode 2014-2019. Dari nama-nama calon terpilih, 56,6 % atau 317 orang merupakan pendatang baru. Sementara caleg petahana atau incumbent berjumlah lebih sedikit, yakni 243 orang atau 43,4 % saja.
Kehadiran wajah-wajah baru tersebut membuka harapan baru, mereka dapat menjadi agen perubahan yang dapat mengedepankan kepentingan rakyat. Harapan pun meninggi, karena sebagian besar pendatang baru tersebut berasal dari kalangan pengusaha. Wajar bila rakyat berasumsi, mereka adalah orang-orang yang punya cukup kemampuan ekonomi sehingga tak lagi berusaha mengumpulkan materi di bangku DPR.
Disisi harapan juga terbesit kekhawatiran, karena proses pencalonan tetap membutuhkan dana besar, dan kerap terbantu oleh hubungan kekerabatan. Apakah para anggota DPR baru nantinya akan bisa mempertahankan janjinya untuk terus berpihak kepada rakyat.
Mata Najwa menghadirkan Dwie Aroem Hadiatie, dari partai Golkar Dapil Lampung I, yang merupakan putri Ketua DPD tingkat I Golkar Lampung. Dari partai Gerindra Dapil Jawa Barat III, hadir A. Riza Patria salah satu ketua DPP dan anggota badan seleksi partai.
Mata Najwa juga menghadirkan aktifis, Adian Napitupulu, salah satu wajah baru di DPR RI dari PDI Perjuangan. Dan wajah baru lainnya, adalah seseorang yang berjuang mulai dari menjadi supir hingga kini menjadi pengusaha sukses, Ahmad Sahroni dari partai Nasdem.
Inilah beragam kisah ketika warga negara biasa memberikan sumbangsih nyata. Berbuat sesuatu yang mampu menjadi inspirasi dan menggerakkan banyak pribadi. Menjaga asa dan hajat hidup orang banyak.
Mata Najwa mengundang orang-orang yang mewujudkan kepedulian dengan berbuat. Melalui beragam hal. Dibuka dengan sosok Abdee Negara, gitaris Slank, yang secara terbuka menjatuhkan pilihan politiknya dalam pemilihan presiden lalu. Ketika sudah memilih, maka Abdee dan Slank tergerak untuk mengajak khalayak yang lebih luas agar turut berpartisipasi dalam pemilu. Hasil kerja kerasnya terlihat dengan kesuksesan menggelar Konser Salam 2 Jari di Gelora Bung Karno. Stadion berkapasitas lebih dari 100 ribu itu penuh. Orang berbondong datang secara sukarela demi menyatakan dukungan.
Kami juga mengundang seniman asal Yogyakarta, Marzuki Mohamad aka Kill the DJ dari Jogja Hip Hop Foundation. Selama satu dekade ini ia aktif menjadi relawan menolong korban bencana alam. Dari tsunami Aceh, gempa Yogyakarta, korban letusan gunung Merapi, Sinabung, Kelud, dan sebagainya. Sebuah langkah yang awalnya dari kepedulian pribadi dan mampu menggerakkan hati banyak orang untuk turut peduli.
Ada juga Valencia Mieke Randa. Menggagas gerakan donor darah melalui Blood for Life Indonesia, ia kini mengoordinir puluhan ribu pendonor aktif. Mereka siap mencari dan memberikan donor darah pada siapapun yang membutuhkan.
Wujud kepedulian untuk berbuat dan tak sekedar diam, juga bisa diwujudkan dalam bentuk petisi. Sebuah kanal change.org memberi kesempatan bagi masyarakat yang ingin menggagas perubahan melalui gerakan petisi online. Mata Najwa mengundang Direktur Komunikasi change.org, Arief Aziz. Dan hadir juga salah satu penggagas petisi menolak atraksi lumba-lumba sirkus, Christopher Bollemeyer yang lebih dikenal sebagai Coki, gitaris Netral. Petisinya mampu mempengaruhi kebijakan sejumlah pihak hingga ikut menolak palaksanaan atraksi lumba-lumba sirkus.
Dan kami juga menghadirkan Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Sadikin, dan Presiden Komisaris Chevron Indonesia, Abdul Hamid. Dua sosok professional ini rela menjadi pengajar di sekolah dasar pinggiran kota, melalui Kelas Inspirasi.
Pemilihan Presiden 2014. Sebuah proses yang panjang dan melelahkan. Tapi juga menumbuhkan harapan akan masa depan Indonesia yang lebih baik, lebih demokratis dan lebih partisipatif. Setelah bulan demi bulan bangsa ini seakan terpecah dalam dua kutub yang berbeda, maka penetapan hasil akhir oleh KPU semestinya menjadi titik untuk melanjutkan langkah.
Namun, ternyata langkah itu tersendat kepada sikap Prabowo Subianto yang menyatakan menolak pelaksanaan pilpres. Prabowo menyebut ada sejumlah kecurangan yang terjadi secara sistematis dan terstruktur dalam Pilpres kali ini. Meski meminta agar para pendukungnya tetap tenang, Prabowo menegaskan tidak akan membiarkan hak demokrasi mereka diambil.
Ketika tiba waktunya, Indonesia akan membuka babak baru pemerintahan, ada pihak yang tak bisa berlapang dada. Sementara negeri ini butuh teladan untuk dapat terus melangkah, menatap ke depan, maju mencapai Indonesia Raya.
Begitu sulitkah untuk legowo? Sedang masyarakat sudah semakin dewasa menyikapi perbedaan. Mengapa justru elit politiknya menyulut ketegangan? Mata Najwa malam ini mengundang sejumlah pihak untuk bicara BABAK BARU INDONESIA. Bersama Timses Prabowo-Hatta, Bima Arya, Tim Ahli Pemenangan Jokowi-JK, Sukardi Rinakit, Pakar Hukum Tata Negara, Zaenal Arifin Mochtar, dan Pengamat Politik Hanta Yudha.
Menjadi seorang penegak hukum dan pengayom masyarakat, merupakan tugas utama seorang perwira kepolisian. Profesi yang sesungguhnya sangat penting, namun masih sering dipandang miring. Tak jarang dalam menjalankan tugas, seorang anggota polisi harus mempertaruhkan nyawa. Rintangan pun tak hanya datang dari lawan, tapi juga dari institusi penegak hukum lainnya. Namun, tekad kuat menegakkan hukum tetap terpatri di sejumlah personel polisi.
Masih terkait dengan hari ulang tahun Bhayangkara ke-68 bulan Juli ini,
Mata Najwa mengundang sejumlah personel POLRI untuk mengungkap kisah perjuangan mereka mengungkap kasus besar dan ganjalan hati mereka atas institusi yang mereka junjung.
Kepada Mata Najwa, AKBP Deonijiu de Fatima menceritakan pengalamannya sebagai anggota Gegana yang harus menjinakkan bom dengan penuh ketenangan. Dan saat menjadi anggota Densus 88, Deonijiu juga terlibat penggerebekan gembong teroris Dr. Azhari, di Batu, Malang.
Narasumber lainnya adalah AKBP Hengki Haryadi, Kasatreserse Polres Jakarta Barat yang mengerahkan anak buahnya, untuk menangkap Hercules, Pimpinan kelompok preman yang ditakuti selama puluhan tahun.
Hadir pula AKBP Theresia Mastail, polisi wanita yang kerap melakukan penyamaran untuk membongkar sejumlah kasus. Termasuk diantaranya kasus narkoba Bali Nine, di mana Theresia menyamar menjadi tahanan dan pengungkapan klinik aborsi di Johar Baru, Jakarta Pusat, di mana ia harus menyamar tiga kali.